Kuala Lumpur, - Seorang juruterbang veteran, Chris Goodfellow berkeyakinan lain akan apa yang terjadi pada pesawat Malaysia Airlines (MAS) MH370. Bahkan sejumlah pihak menyebut teorinya sebagai yang paling masuk akal.

Menurut juruterbang senior dari Kanada itu, pesawat MAS mungkin menjadi korban kebakaran, bukan rampasan . Dia menyesal dengan maraknya pemberitaan yang mendiskreditkan juruterbang pesawat Boeing 777-200ER tersebut.

Menurut Goodfellow, jika teorinya benar, maka juruterbang Kapten Zaharie Ahmad Shah justru harus dipuji kerana berjuang menyelamatkan pesawat dan seluruh penumpang.

"Tak ada gunanya berspekulasi lebih jauh sebelum semua bukti muncul, namun sementara itu, tak ada gunanya juga memfitnah pilot yang mungkin telah berjuang menyelamatkan pesawat ini dari kebakaran atau masalah injin lainnya yang serius," cetus Goodfellow seperti dilapor News.com.au, Rabu (19/3/2014).

"Kapten Zaharie Ahmad Shah adalah pahlawan yang berjuang melawan situasi sukar untuk mencuba membawa pesawat itu ke Langkawi. Tak ada keraguan dalam fikiran saya soal itu," tambahnya .

Dalam postingannya di Google+, Goodfellow menuliskan, tak lama setelah lepas landasan, asap mulai memenuhi kokpit pesawat MH370. Asap ini boleh berasal dari kebakaran pada roda pendaratan depan yang muncul ketika lepas landasan. Sang pilot pun segera melakukan persis yang telah dipelajarinya dalam pelatihan: mencari lapangan terbang terdekat dan berputar ke arahnya sehingga pesawat boleh didaratkan.

"Kami para juruterbang telah lama dilatih untuk tahu lapangan terbang mana yang paling dekat selagi mengudara," tulis Goodfellow dalam postingannya di Google+. "Ketika saya melihat belok kiri tersebut, insting saya mengatakan dia mengarah ke sebuah lapangan terbang," tambahnya.

Menurut Goodfellow, lapangan terbang terdekat ketika itu adalah di Pulau Langkawi, Malaysia. Juuruterbang pun memprogram destinasi dalam komputer penerbangan. Program auto-pilot kemudian membuat pesawat putar balik ke arah barat untuk mengarah langsung ke Pulau Langkawi.

Sementara itu, juruterbang dan kopilot mencuba menemukan sumber asap dan api, namun kemudian asap semakin banyak memenuhi kokpit, bahkan mungkin api pun kian membesar. Situasi ini boleh mematikan sistem pesawat satu per satu, termasuk transponder. Pilot dan kopilot pun pengsan atau bahkan meninggal.

Kerana tak ada yang menginstruksikan auto-pilot untuk mendarat, pesawat pun terus terbang berdasarkan arah yang diprogram terakhir: di atas Pulau Langkawi dan terus ke Lautan Hindi . Sampai akhirnya, 6 atau 7 jam setelahnya, pesawat pun kehabisan bahan bakar dan jatuh. Apa pendapar anda ?

Namun keyakinan juruterbang senior dari Kanada itu terus dibantah oleh sejumlah pakar penerbangan lainnya. Salah seorang adalah Greg Feith, mantan penyiasat kemalangan pesawat di Majlis Keselamatan Pengangkutan Nasional Amerika Syarikat, NTSB.

Kepada NBC News, Rabu (19/3/2014), Feith mengatakan, jika kebakaran terjadi, pilot dan kopilot pasti ada waktu untuk berkomunikasi dengan menara kawalan lalu lintas udara atau ACT.

"Pada kebakaran elektrik, khasnya, kita akan mendapati asap terlebih dahulu sebelum api. Anda boleh melakukan beberapa pemecahan masalah. Dan jika sistem-sistem masih hidup dan beroperasi, anda boleh mengeluarkan tanda bahaya," kata Feith. KLIK SUMBER

Catat Ulasan

 
Top